Di tengah pandemi ini, Allah seolah ingin mengembalikan basis pendidikan anak kepada keluarga. Namun sedihnya, lagi-lagi banyak ayah yang tak merasa perlu mengambil bagian dalam peran pendidikan anak. Betapa banyak ibu yang dipaksa menjadi superwoman, melakukan segalanya sendirian. Sampai-sampai muncul beberapa berita tentang ibu yang menyiksa anaknya karena tak mau sekolah daring. Kalau harus mengerjakan segalanya sendiran, ya bantu cari nafkah, menjadi guru, koki, tukang cuci, dokter keluarga, dan semua semua, percaya deh, superwoman pun nyerah.
Pingback:Yuliana Samad | Merajut Asa, Meraih Cita
Posted at 07:40h, 28 October[…] Di Indonesia sendiri, meskipun Kementerian yang khusus menangani isu-isu perempuan sudah didirikan selama bertahun-tahun, faktanya, hak dasar perempuan di negeri ini kerap terabaikan. Keterbatasan dana dan ketidakberdayaan Kementerian untuk meng-enforce kebijakan pengarusutamaan gender menjadikan langkah-langkah pemerintah seolah mandul. Bahkan, di tengah pandemi ini, lagi-lagi pemerintah menunjukkan bias gendernya dengan memprioritaskan pegawai perempuan untuk bekerja dari rumah agar bisa mendampingi anak belajar. Ini berarti, pemerintah tidak melihat pria/ayah memiliki tanggung jawab yang sama besarnya bagi pendidikan anak. Hasilnya, banyak ibu bekerja yang kewalahan karena harus mengambil segala peran di rumah, sebagai pekerja, pendidik, dsb. Baca Juga Ibu Bukan Superwoman. […]
Amirah
Posted at 13:21h, 18 NovemberFakta yg tak terbantahkan, working mom or full time mom tetep aja kegiatan domestik jadi kewajiban perempuan sepertinya, tp semua tergantung bagaimana kesepakatan antara kita dan pasangan sebetulnya
mamafahima
Posted at 01:42h, 19 NovemberHeloo Mirah! Yup, setuju bgt. Marriage is about partnership.
Tks for dropping by! 🙂